Yogyakarta – Sebagai salah satu pusat aktivitas mahasiswa, Babarsari menghadapi tantangan besar terkait minimnya fasilitas publik, khususnya trotoar. Kawasan Babarsari dikenal sebagai salah satu pusat pendidikan tinggi di Yogyakarta. Di area ini berdiri sejumlah kampus ternama, seperti Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Universitas Pembangunan Nasional Veteran (UPNV), dan Politeknik API Yogyakarta. Dengan ribuan mahasiswa yang beraktivitas di kampus setiap hari, jalan-jalan di sekitar kampus menjadi sangat sibuk, terutama pada jam-jam kuliah. 

Trotoar dirancang untuk memberikan kenyamanan dan keamanan bagi pejalan kaki. Selain menjadi jalur aman, trotoar juga berperan penting dalam mendukung estetika kawasan dan menyediakan ruang publik yang layak. Namun, di kawasan Babarsari, Yogyakarta, fungsi tersebut seakan terabaikan. 

Kerusakan trotoar menjadi masalah yang sering dikeluhkan oleh mahasiswa dan masyarakat sekitar. Trotoar yang seharusnya menjadi jalur utama bagi pejalan kaki, justru dipenuhi berbagai masalah, mulai dari kerusakan fisik, parkir liar, hingga penyalahgunaan fungsi oleh pedagang kaki lima (PKL). 

Dias, mahasiswa semester lima Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UPN, mengaku sering merasa terganggu ketika harus berjalan kaki dari tempat kosnya ke kampus.

Sumber: Dokumentasi Pribadi Teras Pers

“Aku kan memang pejalan kaki, karena nggak bisa bawa motor. Kalau jalan saat siang itu, benar-benar nggak nyaman. Banyak gerobak orang jualan yang dipinggir jalan banget, ditambah parkir sembarangan. Jadi kayak merasa disusahkan gitu,” ungkapnya.

Tidak hanya masalah fisik, kurangnya kesadaran masyarakat turut memperparah situasi. Keberadaan PKL yang memanfaatkan trotoar untuk berjualan kerap mempersempit ruang bagi pejalan kaki. Seorang mahasiswa baru UAJY juga menyampaikan keresahannya.

“Sebagai maba, aku sering takut jalan di Babarsari. Selain trotoar yang sempit, keramaian dan orang-orang yang berkerumun bikin tambah susah. Padahal aku cuma mau jalan searah, tapi sering harus gantian karena penuh banget,” katanya.

Seorang pedagang kaki lima (PKL) mengungkapkan bahwa mereka dapat berjualan di sisi trotoar karena telah mendapatkan izin dan membayar sewa kepada seorang pemilik tanah di lokasi tersebut. Meskipun bukan izin resmi dari pemerintah atau pengelola fasilitas publik, para PKL merasa aman untuk berjualan karena telah memenuhi kewajiban pembayaran kepada pihak yang mereka anggap berwenang.

Sumber: Dokumentasi Pribadi Teras Pers

Namun, kondisi ini menimbulkan permasalahan bagi pejalan kaki. Kehadiran PKL di trotoar tidak hanya mengurangi ruang yang seharusnya digunakan untuk berjalan kaki, tetapi juga diperparah oleh pengunjung yang menggunakan kendaraan bermotor. Kendaraan-kendaraan tersebut sering kali diparkir di sekitar area dagang, sehingga semakin mempersempit trotoar dan mengganggu kenyamanan serta keselamatan pejalan kaki.

Situasi ini mencerminkan perlunya perhatian lebih dari pemerintah atau pihak terkait untuk menata fasilitas publik agar dapat memenuhi kebutuhan semua pihak, baik pedagang, pejalan kaki, maupun pengguna jalan lainnya.

Menurut Susi dilansir dari Polri Kita (2023), mengatakan bahwa, menurut Pasal 131 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pejalan kaki memiliki hak atas fasilitas pendukung seperti trotoar, tempat penyeberangan, dan fasilitas lainnya. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan hak ini sering kali diabaikan. Minimnya pengawasan dari pihak berwenang memperparah kondisi trotoar di Babarsari. Selain itu, kurangnya kesadaran pengguna jalan, baik pejalan kaki, PKL, maupun pengendara, semakin memperumit situasi. Dalam jangka panjang, hal ini tidak hanya berdampak pada kenyamanan, tetapi juga keselamatan para pengguna trotoar.

Solusi yang dilakukan tidak cukup jika hanya membenahi trotoar, penyelesaian masalah trotoar di Babarsari membutuhkan pendekatan yang komprehensif. Berikut beberapa langkah yang dapat diambil:

  1. Penataan dan Zonasi PKL
    Pemerintah dapat menyediakan lokasi khusus untuk pedagang kaki lima, seperti pasar tumpah atau pusat kuliner. Dengan penataan yang baik, PKL tetap bisa mencari nafkah tanpa mengganggu pejalan kaki.
  2. Revitalisasi Infrastruktur
    Trotoar di Babarsari perlu diperbaiki dan diperlebar untuk menampung jumlah pengguna yang terus meningkat. Pemerintah juga bisa menambahkan rambu-rambu dan marka jalan yang mempertegas hak pejalan kaki.
  3. Penegakan Hukum
    Parkir liar di trotoar harus ditindak tegas oleh pihak yang berwenang. Pengawasan oleh petugas lalu lintas atau satuan polisi pamong praja (Satpol PP) perlu ditingkatkan untuk memastikan trotoar digunakan sesuai fungsinya.
  4. Kampanye Kesadaran Publik
    Edukasi kepada masyarakat, mahasiswa, dan PKL tentang pentingnya menjaga fungsi trotoar sangat diperlukan. Kampanye ini bisa dilakukan melalui media sosial, seminar kampus, atau kerja sama dengan komunitas mahasiswa.

Jika masalah trotoar ini dapat diatasi, Babarsari berpotensi menjadi kawasan ramah pejalan kaki yang tidak hanya nyaman, tetapi juga mendukung estetika kota. Dengan kondisi trotoar yang memadai, mahasiswa dan masyarakat dapat beraktivitas dengan lebih aman dan leluasa. Keberadaan fasilitas publik yang baik mencerminkan kualitas tata kelola kota. Babarsari, sebagai pusat pendidikan tinggi, seharusnya menjadi contoh dalam menyediakan fasilitas publik yang layak. Jangan sampai sebagai aset bangsa, mahasiswa merasa dirugikan karena tidak mendapatkan hak dasar mereka sebagai pejalan kaki.

Penulis: Elvrenda Natalie dan Rara Wiritanaya Rahmadani Rizal

Editor: Thedora Telaubun

Referensi :

Susi, S. (2023, Januari 6). Hak dan kewajiban pejalan kaki menggunakan jalan raya. Polri Kita. Retrieved November 21, 2024, from https://pid.kepri.polri.go.id/hak-dan-kewajiban-pejalan-kaki-menggunakan-jalan-raya/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *