Banyak perubahan yang telah kita rasakan sebagai dampak dari Era Globalisasi. Terlebih dengan hadirnya era Society 5.0, masyarakat dapat menyelesaikan berbagai tantangan dan permasalahan sosial dengan memanfaatkan berbagai inovasi yang lahir di era Revolusi Industri 4.0. Tak pelak, hal ini juga banyak mengubah pola keseharian yang terjadi di tengah masyarakat. Situasi tersebut dapat kita lihat dari aktivitas masyarakat di sekitar Malioboro Yogyakarta. Para pelancong tentu tak asing lagi dengan deretan andong dan becak yang berjejer rapi di sepanjang Jalan Malioboro. Namun rasanya semakin lama eksistensi andong dan becak di Malioboro ini semakin meredup. Bahkan, kini mereka harus menghadapi masifnya kehadiran ojek online yang mulai memenuhi setiap sudut Yogyakarta.
Perubahan tersebut sangat dirasakan oleh Wasto Sutrisno yang sudah menarik andong sejak tahun 1980. Mengenakan pakaian adat khas Jawa dan delman antiknya, Wasto menghabiskan waktunya dengan berbincang santai atau bermain gawai saat menunggu pelanggan.
“Dulu, andong menjadi transportasi utama masyarakat dari kampung ke Pasar Beringharjo, namun fungsi andong kini berubah menjadi objek wisata andalan bagi mereka yang berlibur ke Yogyakarta dan ingin berkeliling di sekitar Jalan Malioboro,” ujarnya kepada awak Teras pada pagi itu.
Wasto menuturkan bahwa sejak pandemi Covid-19 merebak di Indonesia pada Maret 2020 lalu, beliau mengalami penurunan penghasilan karena sedikitnya jumlah wisatawan yang datang ke Malioboro. Namun, kini Pemerintah sudah memberikan kelonggaran pada masyarakat khususnya dalam sektor ekonomi dan pariwisata dengan tujuan memulihkan kembali sendi-sendi kehidupan. Seperti yang disampaikan oleh Wasto bahwa selama masa PPKM Level 2 ini ada banyak kenaikan pendapatan khususnya saat hari libur, dimana ia bisa meraup hingga 400 Ribu Rupiah.
Andong rasanya sudah lekat sebagai ikon wisata dari Yogyakarta. Atas dasar ini, sudah selayaknya berbagai stakeholder wisata dan juga pemerintah mulai memperhatikan keberadaan para penarik andong. Hal tersebut sudah diinisiasi oleh Pemerintah Kota Yogyakarta dengan memberikan hand sanitizer untuk para penarik andong guna mendukung protokol kesehatan yang telah ditetapkan di masa pandemi.
“Ya saya sih hanya berharap Pemerintah tetap mendukung (para penarik andong) dengan membolehkan andong untuk dapat terus beroperasi walau sudah banyak transportasi online yang hadir,” ungkap Wasto.
Realita ini memang cukup pelik. Sudah selayaknya kita memberi apresiasi kepada para penarik andong. Jasa mereka sangat besar untuk mempertahankan tradisi dan memberikan atraksi wisata yang menarik. Jangan sampai andong hanya berakhir sebagai cerita sejarah bagi anak cucu kita. Sejatinya, Jogja tanpa andong bagai sayur tanpa garam. Hambar.
Penulis: Herda Wibowo
Editor: Fransisca Diva