Yogyakarta dikenal dengan kota yang bersih dan asri. Dibuktikan dengan penghargaan Adipura yang diterima Yogyakarta sebanyak tujuh kali pada tahun 2005, 2007, 2009. 2010, 2011, 2013, dan 2017 lalu. Penghargaan tersebut dapat diraih tentu karena kerja keras dari tim-tim yang dibentuk Dinas Lingkungan Hidup (DLH). Salah satunya yakni tim penyapuan. Dalam mewujudkan dan menjaga citra Yogyakarta yang asri, DLH membentuk beberapa tim seperti tim penyapuan, keamanan, infrastruktur, dan pemilah sampah. Namun sayangnya, seringkali kerja keras dari tukang sapu jalanan tidak diperhatikan oleh masyarakat.
Dari sekian banyaknya pekerjaan yang ada, petugas kebersihan seperti tukang sapu jalanan dan pembersih sampah sering dipandang sebelah mata oleh sebagian orang. Namun, hal tersebut tidak berlaku bagi Toto (52), pria yang berprofesi sebagai tukang sapu jalanan di kota Yogyakarta sejak tahun 2019 silam.
Selain sering dipandang sebelah mata, kerja keras dari tukang sapu jalanan juga dianggap tidak sebanding dengan upah kecil yang diterima. Toto menjelaskan bahwa tim penyapu sendiri memiliki sistem kerja yang dibagi menjadi dua shift yakni pagi yang dimulai sejak pukul 04.30 hingga 10.30 dan siang sejak pukul 11.00 hingga 17.30. Masing-masing shift terdiri dari enam orang. Toto sendiri mendapatkan sesi siang dengan rute yakni dari titik nol malioboro hingga alun-alun utara.
Upah yang diterima Toto sendiri setara dengan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Yogyakarta. Menurut Sandi dalam CNBC Indonesia (2022), UMK kota Yogyakarta tahun 2023 sendiri mengalami kenaikan menjadi Rp2.324.775,51 dibanding tahun sebelumnya yakni hanya Rp1.840.915.
Meskipun terbilang kecil, Toto sangat bersyukur karena tetap dapat menafkahi keluarga serta menyekolahkan anaknya yang masih duduk di bangku sekolah dasar (SD). Sebab, ia pun merupakan salah satu orang yang terdampak pandemi Covid-19 secara ekonomi. Selain menerima upah, Toto juga mengaku mendapatkan jaminan sosial seperti jaminan kesehatan dan tunjangan hari raya.
Sebelum menjadi tukang sapu jalanan, Toto bercerita bahwa dirinya pernah membuka usaha ayam potong. Akan tetapi, usahanya terpaksa harus gulung tikar karena terdampak pandemi Covid-19.
Selain menjadi tukang sapu jalanan untuk menambah penghasilan dan mengisi waktu luang, Toto juga kerap menerima permintaan jasa perbaikan elektronik dari tetangga-tetangganya.
“Sebenarnya lapangan pekerjaan itu banyak, tergantung niat dan usaha. Menurut saya bekerja itu jangan pilih-pilih walau gajinya minim tapi harus patut kita syukuri,” ujar Toto saat diwawancarai agent Teras.
Dalam melaksanakan tugas, tentu selalu akan ada kendala yang dihadapi. Begitu pula dengan menjadi tukang sapu jalanan. Hujan menjadi salah satu hal yang menghambat kinerja dari Toto dan rekan-rekan lainnya dalam menjalankan kewajibannya. Namun, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) telah mengantisipasi hal tersebut dengan menyediakan peralatan kebersihan, obat-obatan, dan jas hujan jika sewaktu-waktu terjadi hujan.
Kendala lain yang dihadapi dalam menjalankan tugas membersihkan jalanan adalah kurangnya kesadaran dari masyarakat sendiri dalam hal membuang sampah. Toto mengungkapkan bahwa dirinya kerap merasa miris dengan perilaku masyarakat yang masih saja membuang sampah sembarangan. Ia berharap, masyarakat kedepannya bisa lebih sadar untuk menjaga lingkungan, karena bersih dan asrinya Yogyakarta bukan hanya menjadi kewajiban dari tukang sapu melainkan semua orang tanpa terkecuali.
Toto juga mengungkapkan rasa senangnya karena pemerintah Kota Yogyakarta khususnya DLH mampu memberdayakan masyarakatnya dengan membuka lapangan pekerjaan guna mengentaskan kemiskinan yang ada di Kota Yogyakarta.
Penulis: Herda Wibowo
Editor: Frisca Sarastuti Amandari