
Di tengah gencarnya demonstrasi yang dilakukan oleh para mahasiswa terkait #IndonesiaGelap, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Atma Jaya Yogyakarta (BEM FISIP UAJY) tidak tinggal diam. Sebagai representasi suara kritis mahasiswa, mereka menggelar konsolidasi pada Jumat, 28 Februari 2025 untuk merumuskan sikap terhadap berbagai persoalan nasional yang mengkhawatirkan. Diskusi ini tidak hanya bertukar pikiran, tetapi juga menjadi langkah awal dalam membangun barikade oposisi pemerintahan Prabowo-Gibran yang dinilai semakin otoriter dan mengabaikan kepentingan rakyat Indonesia. Konsolidasi ini diadakan di kantin Kampus 4 FISIP UAJY dan dihadiri oleh perwakilan anggota Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum (BEM FH), BEM FISIP, Komunitas Antikorupsi (KOMUTASI), serta anggota Hakordia.
Diskusi dimulai dengan pembahasan mengenai kondisi politik Indonesia. Fokus BEM tertuju pada kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada rakyat. BEM FISIP menilai pemerintahan Prabowo-Gibran telah menciptakan kesenjangan bagi masyarakat. Hendra, perwakilan dari Sosiologi, menyoroti bahwa kondisi saat ini mengingatkannya pada tragedi kelam tahun 1998, di mana ketidakadilan merajalela dan suara rakyat dibungkam dengan kekejaman seperti pembantaian etnis Tionghoa.

Sumber: Dokumentasi Pribadi Teras Pers
BEM kembali membahas mengenai mirisnya pengetahuan dan rasa simpati masyarakat Indonesia mengenai masa kelam tahun ‘98. Hendra menilai Prabowo sebagai orang yang kesakitan politik dan belum selesai dengan pelanggaran HAM di masa lampau. Hal ini membuatnya ragu bahwa ada jaminan tidak terulangnya pelanggaran HAM di masa kini. Tantangan yang ada saat ini bukan lagi melawan penjajah, melainkan perang media sosial yang semakin menampakkan rezim pencitraan.
“Setiap aksi turun ke jalan merupakan hal yang baik, di mana hanya mahasiswa yang memiliki kesadaran yang mau melakukan hal itu,” tambah Candra sebagai perwakilan dari BEM FH.

Sumber: Dokumentasi Pribadi Teras Pers
“Revisi UU KPK yang melemahkan independensinya patut juga dipertanyakan,” lanjut Yudhis selaku moderator. Topik kedua dalam konsolidasi ini membahas mengenai revisi UU KPK 2019 lalu yang telah disahkan. BEM khawatir terhadap melemahnya pemberantasan korupsi di Indonesia. Aspirasi mahasiswa terkait revisi ini sebelumnya tidak didengar, sehingga perlu diangkat kembali dalam konsolidasi sebagai tuntutan. Hendra berpendapat bahwa kondisi masyarakat Indonesia sekarang dapat dikaitkan dengan pengesahan Undang-Undang tersebut. “Perluasan konotasi korupsi pada kelembagaan KPK itu harus sesuai dengan mandat reformasi soal KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) juga,” lanjut Yudhis.
“Korupsi adalah musuh bersama,” tambah Yudhis. Oleh karena itu, BEM merumuskan tuntutan untuk mencabut revisi UU KPK tersebut, menuntut agar KPK tetap independen.
Michael, sebagai ketua Komutasi yang datang pada saat itu mengapresiasi adanya konsolidasi, supaya isu-isu yang diangkat juga bisa menjadi isu bersama. Michael juga menyetujui isu kedua tentang revisi UU KPK untuk diangkat dan menyampaikan bahwa beberapa dosen di Fakultas Hukum UAJY memperbolehkan mahasiswanya melakukan aksi turun ke jalan dan tetap memberikan tanda hadir sebagai bentuk penghargaan kepada mahasiswa yang berani menyuarakan pendapatnya dan peduli dengan negara ini.
“Setiap aksi turun ke jalan merupakan hal yang baik, di mana hanya mahasiswa yang memiliki kesadaran yang mau melakukan hal itu,” tambah Candra sebagai perwakilan dari BEM FH.
Banyaknya kasus tentang kekerasan aparat, menjadikan topik ini sebagai pemantik untuk dibahas dalam konsolidasi. “Selain represifitas aparat, mereka juga melakukan dwifungsi,” jelas Yudhis. Menurut Yudhis mereka bukan hanya mengayomi masyarakat, tetapi juga terjun ke bisnis. Salah satunya dalam jabatan strategis, sehingga menimbulkan kekhawatiran.
Chandra berpendapat bahwa tugas aparat sekarang tidak lagi dilihat dari fungsi, melainkan perintah yang bertentangan dengan hati nurani. “Berbicara tentang fungsi, seharusnya tugas aparat dalam menjaga konduktivitas pergerakan massa karena sebagai fungsional dan pengawas, namun tidak terlibat dalam kontak fisik,” lanjut Chandra. Namun menurut Chandra, hal tersebut tidak lagi demikian.
Anggota dari Kementerian Sosial, Politik, dan Lingkungan Kabinet Sinergi Citra Raya BEM FISIP, Adi, bersuara mengenai program ‘Makan Bergizi Gratis’. Ia mempertanyakan, “Sebenarnya apa output dari program ini? Apakah untuk meningkatkan kualitas pendidikan anak-anak? Prioritas utamanya sekolah yang mana? Transparansi vendor dan menu diganti aja kita gak pernah tahu. Yang paling penting soal MBG ini adalah pada efektifitas dan prioritasnya.” Hal itu kemudian ditanggapi Hendra dengan, “MBG adalah modus operandi korupsi yang sempurna.” Hendra juga menekankan bahwa diperlukan evaluasi terkait program MBG ini secara menyeluruh, salah satunya terkait standarisasi terhadap menu yang disediakan.
Setelah panjangnya diskusi dalam konsolidasi ini, akhirnya BEM menyimpulkan untuk membuat beberapa tuntutan sebagai putusan dalam mengambil sikap, yakni:
- Sesuai dengan amanat reformasi dan UU Hak Memilih tentang aktor yang menjadi calon di pilpres, pilkada, dan pemilihan lainnya harus ada jaminan bahwa aktor tersebut bebas dari isu pelanggaran HAM, kejahatan korupsi, serta kejahatan lain di masa lalu.
- Mencabut revisi Rancangan Undang-Undang KPK.
- Memukul mundur aparat ke baraknya.
- Berkaitan dengan HAM Represifitas aparat.
- Makan Bergizi Gratis (MBG) harus diawasi dan dievaluasi.
- Mengingat kembali amanat reformasi (dapat dipertimbangkan).
Semua tuntutan ini akan dimatangkan lagi dalam konsolidasi selanjutnya. “Karena konsolidasi sekali tidak cukup untuk kita melakukan penyatuan kekuatan,” tegas Yudhis selaku moderator konsolidasi.
Michael berharap bahwa 2 Fakultas, yakni Ilmu Sosial dan Ilmu Politik serta Hukum, nantinya dapat bertambah hingga menjadi bibit baru dan membentuk sebuah Badan Eksekutif Mahasiswa di tingkat Universitas yang lingkupnya akan menjadi lebih besar dan kekuatan serta suara-suara dapat tersampaikan dengan lebih lantang.
“Dengan adanya konsolidasi ini, mahasiswa UAJY dapat melakukan penyatuan kekuatan dan menyatukan visi, karena yang hadir pada malam hari ini adalah teman-teman dari FH. Oleh karena itu, kita perlu untuk melakukan skala yang lebih besar lagi untuk menciptakan tuntutan-tuntutan. Konsolidasi hari ini merupakan ‘barang baru’ yang ada di FISIP, karena sebelumnya perihal politik masih vakum dan langkah awal kita ini untuk menciptakan kesadaran kolektif tentang politik, apalagi pada pemerintahan Prabowo-Gibran hari ini yang memang cukup destruktif pada beberapa kebijakannya. Jadi, konsolidasi pada hari ini untuk penyatuan kekuatan,” harapan Yudhis, sebagai wakil presiden BEM sekaligus moderator ketika diwawancara oleh redaksi Teras Pers (28/02/25).
Penulis: Thedora Telaubun & Vicka Rumanti
Editor: Thedora Telaubun & Vicka Rumanti
Desain: Maria Octavia