Di era pandemi yang serba digital, muncul pelaku-pelaku baru dalam bidang bisnis makanan dengan membawa berbagai produk yang semakin inovatif. Mereka memadukan produknya dengan perkembangan teknologi seperti internet. Hal ini yang melatarbelakangi munculnya digitalisasi makanan, sehingga para penjual makanan tidak perlu berkeliling demi memasarkan dagangannya. Melalui internet, mereka hanya perlu mengunggah contoh foto produk makanannya. Sedangkan konsumen hanya perlu memesan produk dengan memanfaatkan aplikasi online, sehingga tidak perlu datang ke tempat penjual. Hal tersebut memang cukup menguntungkan bagi sebagian pedagang, tetapi hal itu juga menciptakan keresahan bagi para pedagang makanan kecil yang tidak paham dengan teknologi.
Keresahan itu dirasakan oleh salah satu pedagang makanan bernama Bu Wirna, penjaja sate asal Yogyakarta yang sudah menjajakan satenya di sekitar Malioboro selama 16 tahun. Beliau mengaku omset penjualan satenya menurun akhir-akhir ini. Menurut beliau, hal tersebut disebabkan oleh banyaknya orang yang kini beralih memesan makanan melalui aplikasi online.
“Jujur capek, Mas. Aku sering lihat orang-orang beli lewat HP, padahal di depannya ya ada aku ini. Ya kalau begitu, paling tidak pesan atau bagaimana. Apalagi selama pandemi ini, Mas. Aku sudah pasrah saja,” ujar Bu Wirna.
Bu Wirna mengaku, kalau setiap harinya dia mengalami penurunan pembeli. Parahnya dalam sehari dia pernah hanya menjual 8 porsi sate. Padahal jika sebelum pandemi, sehari bisa mencapai lebih dari 60 porsi sate yang dijualnya. Efek pandemi beserta kemajuan teknologi ini memang sangat memberatkan para pedagang kaki lima seperti Bu Wirna.
Dalam hal memesan makanan, orang-orang kini beralih ke aplikasi online yang bisa dipesan dan langsung diantarkan dengan cepat serta banyaknya promo-promo yang menggiurkan.
“Ya disyukuri saja Mas keadaan kayak begini, kapan pun itu harus bersyukur sama yang di Atas,” ungkap Bu Wirna menutup pembicaraan di pagi itu.
Penulis : Dionisius Yuan Stefanus
Editor: Heinrich Terra