Dalam hidup ini, kita pasti dihadapkan dengan berbagai hal yang baru kita alami. Selalu ada pertama kali dalam segala hal, jadi wajar saja jika tak semua hal berjalan dengan sempurna. Begitu pula dengan hadirnya kesalahan. Sebab, dari kesalahan itu pula, kita dapat belajar menjadi lebih baik daripada sebelumnya.
Pengalaman adalah guru terbaik, bukan? Tak terkecuali perihal asmara. Setiap orang pasti memiliki pengalaman berbeda ketika mengenal cinta masing-masing. Memang setiap orang memiliki caranya masing-masing untuk mencintai. Namun, bukankah akan lebih indah jika keduanya saling mengevaluasi agar dapat bertumbuh bersama dalam suatu hubungan yang sedang diupayakan itu?
***
Di tengah cerah dan teriknya mentari pukul setengah satu siang, terdengar suara mesin sepeda motor yang sedang dinaiki oleh sepasang mahasiswa yang baru saja menyelesaikan kegiatannya di kampus. Sepeda motor itu kemudian berhenti di depan suatu rumah.
“Nanti malem jadi ke alun-alun, kan?” ujar seorang gadis dengan bersemangat seraya melepaskan helm berwarna hitam miliknya dan beranjak menuruni sepeda motor.
Pikiran Kilau berkelana menuju serangkaian kegiatan menyenangkan yang akan dilakukannya ketika kaki-kaki mungilnya berniat menjajaki alun-alun bersama sang kekasih. Menaiki berbagai wahana permainan, berburu jajanan kaki lima, atau sekadar menyaksikan hiruk-pikuk di tengah banyaknya manusia yang berlalu-lalang membuat matanya berbinar. Melihat sang lawan bicara hanya diam dan tidak menanggapi pertanyaannya, sang gadis pun kembali berujar.
“Yon, kamu dengerin, gak, sih?”.
Lelaki bernama Deon itu tersentak dari lamunannya dan dengan cepat mengangguk ribut sembari membetulkan letak kacamatanya.
Setelah hening menyelimuti keduanya selama beberapa saat, Deon pun menjawab pertanyaan Kilau.
“Nanti malem aku jemput. Aku balik dulu, ya. Lau.”
Kilau tak sempat menanggapi maupun memberikan salam perpisahan. Dirinya hanya mampu menatap kepergian sang kekasih dengan hembusan napas kasar.
Terhitung sudah tiga bulan lamanya sejak mereka berdua memutuskan untuk menjalin hubungan dan Deon selalu seperti itu, bersikap semaunya terhadap hubungan mereka. Seringkali Kilau merasa dalam hubungan ini hanya dirinya saja yang berbalut perasaan cinta, tidak dengan Deon. Namun, Kilau tidak pernah menunjukan ketidaksenangannya atas sikap Deon terhadapnya karena terlalu takut Deon akan pergi meninggalkannya. Sedari awal memang Kilau lah yang terlihat jelas menyimpan rasa kepada Deon meskipun tidak diungkapkan secara gamblang, namun justru Deon lah yang terlebih dahulu menyatakan perasaannya sehingga keduanya bisa berakhir menjadi sepasang kekasih hingga saat ini meskipun pada kenyataannya hubungan Deon dan Kilau tidak berjalan dengan mulus dikarenakan sikap Deon yang sering kali berbanding terbalik dengan ucapannya.
Kilau adalah pacar pertama Deon dan begitu pula sebaliknya. Keduanya hanya menjalankan hubungan berdasarkan keinginan masing-masing tanpa mengetahui bagaimana idealnya hubungan berjalan. Terasa cukup sulit untuk memahami satu sama lain karena keduanya tak memiliki pengalaman dan tak berusaha untuk saling mengerti meski tanpa pengalaman apapun.
***
Kilau terlihat tengah bercermin di kamarnya guna memastikan penampilannya sudah cukup cantik sebelum Deon menjemput. Malam ini terasa sangat spesial baginya, jadi Kilau harus memastikan bahwa dia terlihat menarik dari ujung kepala hingga ujung kaki. Meski hanya mengenakan pakaian dan riasan sederhana, bukan berarti Kilau tidak bisa tampil menawan. Baginya, memiliki kesempatan untuk menikmati suasana malam yang ramai di alun-alun terdengar sangat menyenangkan untuk melepas penat karena kuliah. Terlebih jika ditemani oleh seseorang yang tidak kalah istimewanya.
Namun, kini yang menjadi masalah bagi Kilau adalah menghilangnya Deon dari peredaran. Deon sama sekali tak memberinya kabar, bahkan membaca pesannya saja tidak. Apakah ia sedang dalam perjalanan? Atau justru Deon tidak ingat dengan janjinya siang tadi? Memang, sih, Deon tidak mengatakan perkiraan waktu yang tepat untuk menjemput dirinya. Bahkan hingga jam dinding telah menunjukan pukul tujuh malam pun Kilau dengan sabar masih menanti kabar dari Deon tanpa adanya kepastian. Walau menurutnya pukul tujuh malam tergolong belum larut, jauh di lubuk hatinya Kilau ingin menghabiskan waktu lebih lama dengan Deon.
Saat air muka Kilau mulai berubah keruh karena khawatir dengan keberadaan Deon, ponselnya tiba-tiba saja berdering menandakan ada panggilan masuk. Setelah melihat nama penelepon yang muncul di layar ponselnya, tanpa pikir panjang Kilau pun mengangkat panggilan tersebut.
“Sudah di depan ya, Yon? Bentar, ya, aku turun,” ujar Kilau sambil terburu-buru keluar dari kamarnya.
“Sorry banget, Lau, aku gak bisa pergi ke alun-alun malam ini,” ujar Deon dengan penuh penyesalan.
Kalau boleh jujur, sebetulnya Kilau bertanya-tanya tentang apa alasan Deon untuk hal ini. Namun, alih-alih bertanya kepada Deon, Kilau hanya tersenyum pahit menanggapi ucapan Deon.
“Oh gitu, ya? Oke deh, nggak apa-apa, Yon. Kebetulan juga aku mendadak mager keluar nih,”
“Ya udah kalau gitu, aku tutup teleponnya ya, bye.”
Belum sempat Kilau menjawab, Deon telah memutuskan sambungan telepon. Kilau menghela napas kecewa karena rencana yang telah tersusun rapi di dalam kepalanya harus sirna begitu saja. Untuk kesekian kalinya Kilau dibuat kecewa oleh Deon.
Di sisi lain, Deon tengah dihadapkan dengan masalah yang membuatnya harus membatalkan janji pergi ke alun-alun bersama Kilau. Deon tergabung dalam kepanitiaan acara tahunan kampus yang akan diselenggarakan dua minggu lagi. Dengan jabatan bendahara, tentunya ia bertanggung jawab penuh dengan segala hal yang berkaitan dengan keuangan kepanitiaan. Namun, dalam kepanitian ini ia tak bertugas sendirian, Deon memiliki rekan sesama bendahara yang seharusnya mampu membantunya menjalankan tugas sebagai bendahara. Sekarang yang menjadi permasalahan adalah Arkan–si bendahara kedua–tidak dapat dihubungi sejak siang. Padahal, keberadaanya sangat dibutuhkan sebab semua uang operasional acara dititipkan kepadanya. Deon dan teman-teman yang lain kini dibuat bingung karena sebelumnya tidak ada masalah antara dirinya dan Arkan. Deon mendapat teguran dari ketua panitia karena menjadi alasan dibalik terhambatnya persiapan acara, padahal jika semua orang ingin melihat dari sudut pandangnya, ini bukan sepenuhnya kesalahan Deon. Ia hanya berusaha untuk menyelesaikan permasalahan ini sendiri tanpa menceritakan apa yang dialaminya pada Kilau. Ia merasa Kilau tidak perlu tahu perihal masalah ini, sebab ia mampu menuntaskannya sendiri.
***
Sore ini, rumah Kilau kedatangan tamu istimewa. Tidak, tidak, ini bukan Deon. Tamu itu adalah Dara, sahabat Kilau semasa SMA. Menuntut ilmu di dua perguruan tinggi yang berbeda membuat keduanya menjadi jarang bertemu meskipun berada di kota yang sama. Meskipun begitu, mereka selalu menyempatkan waktu setidaknya sebulan sekali untuk bertemu untuk sekadar bertukar cerita ditemani oleh makanan ringan yang akan habis dalam hitungan menit. Penentuan lokasi bukan menjadi persoalan yang pelik bagi Kilau dan Dara, tanpa memerlukan banyak pertimbangan, rumah Kilau telah menjadi tempat resmi pertemuan keduanya sejak SMA dahulu. Nampak jelas dari raut wajah Kilau dan Dara bahwa mereka berdua sama-sama bersemangat untuk saling bertukar cerita satu sama lain.
Usai berbincang mengenai perkuliahan selama satu jam lamanya, Dara baru menyadari bahwa suasana rumah Kilau sangat sunyi. Oleh sebab itu, Dara berinisiatif untuk menanyakan hal tersebut pada Kilau walau sebenarnya ia sudah tahu jawaban dari pertanyaannya sendiri.
“Ini kenapa rumahmu sepi banget, sih? Kamu sendirian di rumah?”
“Iya nih, biasalah, Mama sama Papa lagi ngantor,” jawab Kilau seadanya.
Sejak mereka SMA pun orang tua Kilau memang jarang di rumah karena selalu disibukkan dengan urusan pekerjaan. Itulah sebabnya Kilau selalu senang apabila ada yang mau menemaninya untuk bercerita, semua semata-mata karena dirinya karena dirinya tidak memiliki seseorang yang selalu mendengarkan ceritanya.
“Eh, btw, gimana rasanya ke alun-alun bareng pacarmu itu semalem?” tanya Dara sembari meneguk minuman teh berperisa apel yang disuguhkan oleh Kilau.
Kilau memang menceritakan segala hal tentang Deon, termasuk rencana nge-date ke alun-alun bersama Deon tempo hari kepada Dara. Namun, Kilau belum sempat bercerita mengenai pembatalan rencana sepihak yang Deon lakukan. Kilau yang pada awalnya tidak berencana untuk memberi tahu Dara mengenai persoalan semalam pun akhirnya menceritakan semuanya.
“Oh gitu.. Terus kamu gapapa, tuh, dia begitu? Kalo aku jadi kamu mah pastinya kesel sama bete banget. Mana udah rapi, wangi, eh.. malah gak jadi keluar. Udah gitu dia gak ada ngasih penjelasan apa-apa lagi,” oceh Dara dengan nada berapi-api.
Kilau menghela nafas singkat..
“Ya.. kalo boleh jujur, sih, aku sebenarnya kesel dan kecewa banget, Dar. Aku bilang gapapa, tuh, supaya dia ga terbebani aja.”
“Ini aku ngomong gini bukannya mau ikut campur atau gimana, tapi kamu temenku dan aku gak mau kamu kenapa-kenapa cuma karena cinta, tapi menurutku kamu harusnya lebih jujur tentang apa yang kamu rasain ke dia. Kalo kamu kesel ya bilang aja kamu kesel, jangan kamu tutup-tutupin. Justru itu bikin dia mikir kalo semuanya fine-fine aja, padahal sebenarnya gak gitu. Kalo kamu selalu sembunyiin perasaan kamu yang sebenarnya, lama-lama kamu pasti capek sendiri, percaya deh,” kali ini Dara berujar dengan raut wajah serius.
Kilau terdiam dibuatnya, sebab apa yang Dara ucapkan memang benar adanya. Dirinya tak bisa terus menerus membohongi perasaannya sendiri, yang ada semuanya hanya akan terasa melelahkan baginya dan hubungannya dengan Deon akan terus dibayang-bayangi oleh kebohongan. Kilau terus merenungkan ucapan Dara bahkan ketika Dara sudah pulang. Memang benar bahwa terkadang orang lain lebih bisa memahami dibandingkan diri sendiri ketika dihadapkan dengan persoalan cinta.
***
Sore itu, akhirnya Deon bisa bernapas lega setelah masalahnya dengan Arkan terselesaikan dengan bantuan beberapa anggota kepanitiaan yang lain. Sebagai bentuk rasa terima kasih kepada mereka berempat yang telah menyempatkan waktu untuk membantunya, Deon pun membelikan beberapa makanan ringan untuk menemani keempatnya mengerjakan tugas kepanitiaan meski sudah dilarang Dafa yang mengatakan jika Deon tidak perlu repot-repot membelikan makanan ringan karena mereka ikhlas membantu sebagai bentuk rasa solidaritas teman kepanitiaan. Namun, Deon tetaplah Deon yang keras kepala dan tidak enak hati.
Usai menyerahkan cemilan itu, Deon ditarik untuk ikut duduk di koridor kelas yang sepi sambil berbincang ringan. Walaupun sebelumnya tidak saling mengenal akrab, ternyata perbincangan yang mengalir diantara mereka cukup seru dan menyatakan bahwa mereka berlima sefrekuensi. Bahkan kini mereka tidak segan bertukar cerita perihal kisah asmara. Mulai dari Alfa yang selalu gagal dalam percintaan, Dafa dan Thomas yang senang tebar pesona dan berganti pacar, hingga Panji yang masih merindukan mantan kekasihnya. Tentunya Deon juga bercerita sedikit tentang Kilau.
“Terus, pacarmu tau soal masalah ini?” tanya Dafa pada Deon yang hanya dibalas dengan gelengan.
Keempat orang itu pun menghela nafas kasar secara bersamaan tanpa direncanakan. Melihat reaksi yang diterimanya tidak baik, Deon segera memberi pembelaan.
“Ya.. aku cuman gak mau dia kepikiran aja. Soalnya kan ini masalahku, bukan masalah dia. Tapi, ya gitu, resikonya aku harus sampe batalin janji buat pergi sama dia.”
“Gak gitu konsepnya, Yon. Gini deh, yang namanya suatu hubungan itu, ya artinya kalian harus siap untuk saling berbagi. Berbagi itu luas artinya,Yon. Termasuk berbagi cerita tentang masalah yang lagi kalian hadapi. Meskipun pacarmu bilang dia gak papa kamu begitu, pasti sebenernya dia kecewa dan berharap kamu peka sama perasaannya,” tukas Thomas dengan raut wajah serius.
Mendengar ucapan Thomas, pikiran Deon menerawang jauh tentang perbuatannya selama ini kepada Kilau. Deon memang sayang Kilau, hanya saja Deon tidak tahu bagaimana cara mengekspresikan perasaannya melalui kata-kata maupun tindakan. Deon memang memiliki sifat yang kurang terbuka perihal perasaannya, bahkan terkesan kaku, mengingat dirinya belum pernah memiliki pengalaman berpacaran sebelumnya.
Namun, dirinya mengakui kalau dia salah dalam bersikap akan Kilau dan hubungannya. Tidak seharusnya Deon bersikap seperti itu dan mengabaikan Kilau.
”Hmm.. Oke deh. Makasih sarannya ya, bro.”
Deon segera beranjak berlari meninggalkan empat teman barunya seraya melambaikan tangan, yang sontak membuat semua orang yang ditinggalkan terkekeh geli.
***
Berbalut jaket berwarna biru untuk menghalau rasa dingin oleh hembusan angin malam, kini Kilau duduk di salah satu bangku taman dekat rumahnya. Lima menit yang lalu Deon menelepon Kilau dan meminta gadis itu untuk pergi ke taman yang sekarang tengah disambangi oleh Kilau. Kilau dengan senang hati–tentu saja sekaligus kebingungan–mengiyakan permintaan Deon, karena menurutnya taman itu merupakan tempat yang cukup bersejarah bagi keduanya. Yah, siapa tahu nostalgia ketika Deon menyatakan perasaannya dahulu bisa mengobati sakit hatinya pada Deon.
Hingga tak lama berselang terdengar suara sepeda motor milik Deon mendekat ke arahnya.
Tak ingin membuang waktu, Deon segera berlari menghampiri Kilau setelah memarkirkan sepeda motornya. Kilau yang menyadari kehadiran Deon pun secara otomatis berdiri sambil melambaikan tangan agar Deon lebih mudah menemukannya. Bukan sapaan ringan seperti biasanya yang didapat, Kilau terkejut karena Deon tanpa aba-aba menghapus jarak di antara keduanya dengan menarik Kilau dalam peluknya.
“Maaf.”
“Eh, aku juga baru nyampe kok, Yon, gapapa, santai aja.”
Mendengar jawaban Kilau membuat Deon kembali berujar, “Bukan karena aku telat, Lau, aku minta maaf untuk semuanya..”
Kilau dengan cepat melepaskan diri dari pelukan Deon.
“Maksudnya gimana, Yon?” tanya Kilau dengan bingung.
“Aku gak sadar kalau selama ini aku salah dan bikin kamu kecewa sama sikapku, aku masih belum terlambat untuk memulai semuanya dari awal, kan? Aku janji bakalan lebih baik dari sebelumnya dan kamu juga harus jujur sama aku kalau ada yang bikin kamu gak nyaman,” ujar Deon seraya menggenggam erat kedua tangan Kilau.
Kilau tak dapat menyembunyikan rasa bahagianya, dirinya tak bisa berkata-kata dan hanya mampu memberikan senyuman mendengar kata-kata manis dari Deon. Selanjutnya, Deon menceritakan masalah tempo hari yang menjadi penyebab janji mereka berdua harus gagal terlaksanakan dan Kilau pun berusaha untuk memahaminya.
Malam itu mereka habiskan dengan bertukar pikiran serta perasaan yang dirasakan satu sama lain. Di tengah keheningan usai berbincang panjang, Deon pun menatap Kilau sambil berujar,
“Semoga kamu gak cuma jadi yang pertama ya, tapi juga jadi yang terakhir.”
Walaupun terdengar menggelikan dan terkesan gombal, Kilau merona mendengar ucapan tersebut. Baik Deon maupun Kilau berusaha untuk saling mengerti akan permasalahan yang sempat menerpa keduanya. Kini, usai mencoba untuk bersikap lebih terbuka dan saling mengerti mereka berdua menjadi lebih siap untuk memulai kisah baru dalam lembar kehidupan mereka dengan adanya peristiwa yang mampu mereka jadikan pembelajaran untuk lebih terbuka dan tidak mengedepankan ego sekaligus penyebab eratnya hubungan mereka dari sebelumnya.
TAMAT
Penulis: Gabriela I. & Visensia H.
Editor: Safina Alaydrus
Desain: Hiacinta Resivenda