Pagi itu sama seperti pagi biasanya. Dia terbangun karena suara bising dari luar kamarnya. Sambil menghela nafas, dia beranjak dari tempat tidurnya tanpa gairah. Dia adalah seorang anak perempuan satu-satunya dari keluarga kecil yang tinggal dikota besar. Beberapa bulan terakhir Ayah dan Ibunya selalu terlibat dalam pertengkaran, entah itu karena hal kecil atau hal besar. Tak banyak hal yang dia ungkapkan, baik dengan kata-kata maupun ekspresi wajah, sebab ia sudah lelah dan terbiasa. Kedua orang tuanya memiliki kesibukan masing-masing. Ayahnya bekerja sebagai direktur di sebuah perusahaan di kotanya, sementara ibunya merupakan seorang wanita karir yang memiliki bisnis yang saat itu sedang berkembang. Kesibukan mereka membuat mereka sering bertengkar dan jarang memiliki waktu untuknya. Kesibukan orang tuanya dan ditambah lagi perselisihan mereka selama beberapa bulan terakhir membuat suasana rumah itu begitu suram dan sunyi. Kesendiriannya itu melatih dirinya untuk lebih mandiri dan bertanggung jawab kepada dirinya sendiri di usianya yang terbilang masih sangat muda.

Lili namanya, dia merupakan gadis belia yang duduk dibangku sekolah menengah pertama, tepatnya sudah menginjak kelas 9 sekolah menengah pertama. Dahulu dia adalah gadis yang begitu ceria dan sangat ramah. Sifatnya tersebut membuat dia memiliki banyak sekali teman baik disekolah maupun lingkungan sosialnya. Namun, semenjak masalah pertengkaran antara kedua orang tuanya terjadi, sifatnya berubah sangat drastis. Lili mulai menjadi gadis yang pendiam dan mulai menutup diri dari lingkungan sosialnya. Kamar pribadinya menjadi saksi bisu kehidupannya setiap hari, lantaran setiap harinya dia hanya berada di dalam kamarnya dan melewati hari-hari yang suram. Sering kali ia berpikir untuk keluar dari rumah itu, namun dia tak berdaya. Dia hanya seorang gadis belia yang masih belum bisa apa-apa seorang diri. Satu hal yang membuat dia sedikit bersemangat dan senang adalah suara dering telepon dari seseorang yang begitu dia sayangi. Orang tersebut adalah nenek Lili. Lili sangat dekat dengan neneknya yang tinggal dikampung. Ketika libur sekolah tiba, ia lebih memilih berkunjung ke rumah neneknya di kampung alih-alih pergi berlibur keluar kota atau luar negeri.

Di suatu pagi, seperti biasanya Lili bergegas meninggalkan rumah untuk pergi ke sekolah. Tidak dilihatnya ayah dan ibunya di ruang makan. Namun, ia tak berkutik sedikitpun dan mengambil dua bungkusan roti yang ada di meja makan untuk ia bawa dan makan di sekolah. Situasi seperti itu sudah biasa dialami setiap hari. Dalam perjalanan menuju gerbang sekolah, ia melihat banyak teman-temannya yang diantar oleh salah satu bahkan kedua orang tuanya ke sekolah. Melihat hal itu dia hanya tersenyum dan membayangkan dirinya dalam posisi itu. Jujur saja, perasaannya sebenarnya begitu rapuh dan berharap hubungan ayah dan
ibunya dapat membaik seperti dahulu. Setelah beberapa waktu memandangi situasi itu, dia kemudian memalingkan wajah dan mulai berjalan masuk ke sekolah. Lili masuk ke kelasnya, tepat 10 menit sebelum jam pelajaran dimulai. Waktu berselang, bel pulang sekolah pun berbunyi. Sebelum naik transportasi, dia memilih untuk berjalan beberapa saat di tengah riuhnya kota. Tak banyak yang dia lakukan, hanya melihat sekitar dengan begitu banyak pikiran dalam kepalanya. Ketika berjalan, sebuah toko hewan menarik perhatiannya, ada begitu banyak anjing disana. Lili kemudian masuk hanya untuk sekedar melihat-lihat. Dia tampak ceria, anjing-anjing itu tampak membuatnya merasa senang. Setelah beberapa lama menghabiskan waktu untuk melihat-lihat toko hewan, ia kemudian memutuskan untuk keluar dan kembali melanjutkan perjalanannya. Lili kemudian merasa lelah berjalan dan ia kemudian memutuskan untuk melanjutkan perjalanan pulangnya dengan taksi. Sesampainya di rumah, dia membuka pintu dan hanya berjalan terus dan masuk ke kamarnya, sebab setiap dia pulang tak pernah ada orang di rumah.

Malam telah tiba, tidak seperti malam biasanya, hari itu ibunya pulang lebih awal dan menyiapkan makan malam untuknya. Ibu memanggil Lili untuk segera keluar dari kamar agar menikmati makan malam bersama ibunya. Lili bergegas keluar dari kamarnya dan duduk dimeja makan bersama ibunya. Ketika itu, ibunya mencoba mengajaknya berbincang-bincang dengan menanyakan beberapa pertanyaan tentang keseharian Lili. Lili hanya menjawab pertanyaan itu dengan singkat. Tak banyak kata yang dia ungkapkan, tetapi hatinya sebenarnya cukup senang. Dia merasa pertanyaan-pertanyaan itu merupakan bagian dari bentuk kepedulian ibunya. Setelah selesai makan malam, Lili kemudian pamit kepada ibunya dan masuk kembali ke kamarnya.

Keesokan paginya, Lili bangun lagi-lagi karena pertengkaran orang tuanya. Paginya selalu dimulai dengan hal yang begitu memberatkan perasaannya. Dia memilih untuk berbaring sejenak, sebelum bersiap-siap pergi ke sekolah. Saat itu, dia merasa begitu lelah dengan apa yang terjadi dalam keluarganya, Lili kemudian menggerutu dalam hatinya, “jika bertemu selalu bertengkar, mengapa tidak berpisah saja.”

Setelah selesai bersiap, seperti biasa ia pergi kesekolah dengan melewatkan sarapan paginya di rumah dan hanya membawa satu sampai dua bungkus roti saja. Sesampainya di sekolah, dia hanya duduk dan diam menunggu kelas masuk dan mendengarkan guru yang mengajar. Hingga beberapa waktu setelah kelas dimulai, seorang guru lain datang ke kelasnya untuk memanggil Lili. Guru itu kemudian berbicara sejenak kepada Lili diluar kelas, dan tak lama setelah itu Lili masuk kedalam kelas. Namun bukan untuk kembali belajar, melainkan mengemas barang-barangnya dan mengambil tasnya. Ternyata, guru itu menyampaikan informasi bahwa orang tua Lili memintanya untuk pulang karena suatu hal. Dalam perjalanan pulang, entah mengapa firasat Lili tidak enak. Dia merasa ada sesuatu yang salah.

Sesampainya di depan rumah, ia lagi-lagi mendengar bentakan dan teriakan dari dalam rumah. Namun kali ini, kejadian itu berbeda dari pertengkaran-pertengkaran orang tuanya sebelumnya. Lili menyadari kehadiran neneknya di dalam rumah, dia mendengar suara nenek begitu jelas. Dia berdiri cukup lama didepan pintu, mencoba menguatkan diri dan menahan air matanya yang saat itu memberontak keluar. Setelah beberapa lama, kemudian dia memantapkan diri untuk masuk kedalam rumah. Di hadapannya, dilihatnya kedua orang tuanya saling beradu argumen, dan air mata di wajah ibu dan neneknya. Sepertinya, gerutunya pagi tadi dijawab oleh Maha Kuasa. Pagi itu, keluarganya benar-benar akan berakhir. Lili tak mampu lagi menahan emosinya, dia langsung bergegas keluar dengan berlinang air mata. Tak tahu kemana, dia hanya terus melangkahkan kakinya.

Waktu berlalu dan sore tiba Lili tak kunjung pulang kembali kerumah. Ayah dan ibu berkali-kali menghubungi ponsel Lili, namun tak ada jawaban. Ponsel Lili kembali berdering. Bukan dari ayah atau ibunya, melainkan neneknya. Melihat nama neneknya di layar ponsel, air matanya semakin mengucur deras, kemudian ia mengangkat telepon itu. Nenek bertanya ada dimana Lili saat itu, Lili hanya terdiam beberapa saat kemudian menjawab bahwa dia ada di taman kota dan jika neneknya ingin menemuinya, datanglah seorang diri. Mendengar hal itu neneknya mencoba memahami kondisi Lili, mungkin dia sedang tidak ingin bertemu
kedua orang tuanya.

Tak lama setelah itu, nenek akhirnya tiba di taman kota. Setelah beberapa saat mata nenek melihat kesana kemari, akhirnya dia menemukan Lili. Gadis itu sedang duduk disebuah kursi dibawah pohon. Melihat itu, nenek langsung menghampirinya dan memeluknya. Tangisan Lili semakin menjadi-jadi, namun nenek berkata tidak apa-apa kepada Lili. Nenek memeluk Lili terus hingga dia bisa tenang. Setelah beberapa waktu, Lili
akhirnya tenang. Dia mulai berhenti menangis. Saat itu dia bertanya pada nenek, bagaimana nasibnya. Nenek hanya mengelus punggungnya dan berkata apa yang terjadi mungkin adalah yang terbaik bagi kedua orang tuanya. Mendengar hal itu Lili berada dalam dilema yang besar. Bagaimana bisa dia harus memilih salah satu dari kedua orang tuanya. Dia merasa kedua orang tuanya tidak pernah memikirkan perasaanya. Dalam hati dia terus bertanya-tanya kenapa harus dia yang menjadi korban dari permasalahan dalam keluarganya. Lili terus memikirkan dia harus bagaimana, hingga ketika nenek mengatakan pada Lili bahwa dia tidak
perlu khawatir. Kata nenek, Lili boleh tinggal bersamanya jika tidak mampu memilih antara kedua orang tuanya. Nenek sudah mengatur hal itu, dan mendiskusikannya dengan orang tua Lili. Mendengar hal itu, Lili merasa begitu lebih tenang.

Setelah hari itu, Lili akhirnya tinggal bersama nenek di kampung, dia juga pindah dari sekolahnya di kota ke kampung. Entahlah berapa lama, yang terpenting menurutnya adalah untuk dapat menenangkan diri dan hidup lebih damai. Lili tampak lebih ceria saat itu, begitu pula nenek Lili.

Keluarga merupakan harta yang paling berharga dalam hidup ini. Setiap orang tua, seharusnya selalu memikirkan, mengutamakan dan memperdulikan tentang anaknya, sebab anak seharusnya menjadi hal utama dalam kehidupan orang tuanya. Oleh sebab itu, teruslah berusaha dan jangan hanya mementingkan kepentingan masing-masing yang pada akhirnya mengorbankan kebahagiaan seorang anak yang tak memiliki kesalahan.

Penulis: Bonita N. Simanjuntak

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *