Hollywood, sebuah lokasi di Amerika Serikat yang dapat dikatakan sebagai surganya produksi film layar lebar. Bekerja untuk memproduksi film besar bagi masyarakat global di Hollywood mimpi besar bagi sejumlah aktor, sutradara, dan penulis naskah. Namun, antusiasme para seniman tidak selalu dibalas manis oleh sejumlah studio besar di Hollywood.

Penulis naskah bagaikan jantung dari sebuah film layar lebar. Tanpa mereka, tak ada kisah yang dapat disampaikan oleh industri film kepada khalayak. Joss Whedon, Jordan Peele, dan Quentin Tarantino adalah sejumlah nama besar penulis naskah yang berkarir di Hollywood.  Sayangnya, tidak semua penulis naskah memperoleh keadilan dalam menerima pendapatan dari hasil karyanya.

Aliansi Penulis Bergerak Menuntut Keadilan

Writers Guild of America (WGA), sebuah serikat pekerja yang menaungi para penulis naskah film, televisi, radio, dan media online telah menuntut kenaikan upah kepada studio-studio di Hollywood. Sebagian besar penulis naskah merasa tidak mendapat bayaran yang sepadan dengan hasil dari tayangan yang mereka tulis naskahnya. Para penulis WGA hanya memperoleh bayaran residual dengan nominal yang jauh lebih sedikit dibandingkan dengan para penulis naskah ternama.

Para penulis naskah tidak memperoleh bayaran tambahan apabila tayangan yang mereka tulis mendapatkan banyak jumlah penonton ataupun ketika tayangan miliknya berganti-ganti tempat layanan streaming. WGA juga mengatakan bahwa bayaran anggota mereka terpangkas kira-kira 4 persen dalam beberapa tahun terakhir ini.

Kecerdasan buatan yang semakin berkembang juga menjadi ancaman bagi para penulis WGA. Dikatakan bahwa sejumlah studio di Hollywood telah mulai menggunakan kecerdasan buatan untuk menulis ulang naskah lama. Kecerdasan buatan tidak dapat menulis naskah dengan sendirinya, tetapi hanya menulis ulang naskah lama yang pernah ditulis oleh seseorang. Maka dari itu, WGA meminta kesepakatan khusus untuk dapat mengatasi masalah yang ibarat pencurian ide dari penulis. Semua kondisi ini menjadi pemicu gerakan mogok kerja para penulis di Amerika.

Writer Strike menjadi nama atas gerakan mogok kerja yang dilakukan oleh setidaknya 11.500 penulis naskah film Amerika. Gerakan ini dimulai tepat pukul 12 malam tanggal 2 Mei 2023 lalu. Terdapat pemungutan suara dalam internal WGA dengan 98,75% penulis naskah yang terlibat menyetujui gerakan mogok kerja.

Gerakan mogok kerja sudah dilakukan beberapa kali oleh WGA dengan tujuan yang sama, menuntut keadilan bagi para penulis naskah di Amerika. Pada 1998, WGA melakukan mogok kerja selama 153 hari, sedangkan pemogokan kerja terakhir pada 2007 dilakukan selama 100 hari. Terakhir kali gerakan ini dilakukan, terjadi kerugian sebesar 3 milliar dollar AS pada industri film Amerika.

WGA akhirnya telah mencapai kesepakatan dengan pihak studio pada 9 Oktober 2023 lalu. Terhitung 148 hari berlalu sejak Writer Strike diberlakukan pada bulan Mei. Para penulis naskah film dan televisi untuk saat ini telah kembali bekerja. Walaupun begitu, Hollywood masih berhadapan dengan Screen Actors Guild and American Federation of Television and Radio Artist (SAG-AFTRA) yang menuntut hal serupa.

Realita Pahit Para Pekerja

Gerakan WGA Strike, telah menjadi sebuah tamparan realita bagi Amerika akan peran penulis dalam industri perfilman mereka. Peran mereka mungkin tak terlihat secara langsung tetapi hasil karya mereka nyata dan menjadi landasan bagi sebuah film atau tayangan televisi. Sayangnya, upah yang diperoleh tidak sesuai dengan hasil yang dikerjakan. Menulis mungkin merupakan suatu kesenangan bagi para penulis, tetapi hal itu juga merupakan penopang hidup mereka dan keluarga. 

Bayaran yang tidak sesuai dan manipulasi studio melalui celah dari teknologi streaming sudah menjadi masalah yang menghambat pendapatan mereka. Hal ini ditambah lagi dengan perkembangan kecerdasan buatan yang kian hari semakin dapat menggantikan pekerjaan manusia. Posisi penulis semakin terancam sementara mereka yang memiliki jabatan tinggi di studio dapat dengan mudah menggunakannya untuk memperoleh keuntungan lebih.

Dunia ini memang tidak terlepas dari realita bahwa kehidupan manusia selalu terdapat posisi vertikal. Ada yang bekerja dan ada yang hanya melihat dari atas. Sayangnya, mereka yang di atas  memperoleh keuntungan lebih daripada mereka yang di bawah. WGA Strike yang berulang kali terjadi menjadi bukti ketidakadilan yang diterima oleh para penulis. Diperlukan gerakan besar dari para penulis agar suara mereka dapat didengar oleh mereka yang duduk di atas.

Masalah ketidakadilan dalam perolehan pendapatan pekerja juga terlihat di berbagai bidang lain dan belahan dunia lainnya. Tidak perlu terlalu jauh melihat, gerakan demonstrasi semacam ini juga terjadi di Indonesia. Partai Buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia pada 27 Oktober 2023 lalu sempat mendesak pemerintah untuk menaikan upah minimum sebesar 15% pada 2024. Menunjukan sebuah realita bahwa masih banyak masyarakat yang tidak memperoleh upah yang sesuai. 

Sulit sepertinya untuk dapat menyelesaikan masalah yang tak kunjung usai ini. Sayangnya, tidak semua kaum pekerja memiliki kekuatan yang cukup untuk melakukan gerakan sebesar WGA Strike. Tak semua gerakan yang terjadi juga memperoleh hasil yang memuaskan demi keadilan para pekerja. 

Penulis: Bernardino Realino Arya B.

Editor: Maria Ingridelsya J. Kolin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *