Kompetisi Piala Dunia merupakan kompetisi terbesar dalam dunia olahraga khususnya sepak bola. Kompetisi ini diselenggarakan tiap 4 tahun sekali dengan negara yang berbeda sebagai tuan rumahnya. Setelah melakukan rapat eksekutif komite FIFA pada tahun 2010 silam, akhirnya terpilihlah negara Qatar sebagai tuan rumah untuk penyelenggaraan kompetisi Piala Dunia tahun 2022 ini.

Perhelatan kompetisi Piala Dunia ini sudah masuk ke babak final. Banyak sekali kejutan dari masing-masing tim nasional yang bermain pada ajang turnamen ini. Kejutan tak hanya berasal dari segi permainan maupun skor sepakbola saja, tetapi juga dengan kampanye politik yang diusung oleh para peserta turnamen.

Kampanye-kampanye ini dibawakan oleh peserta dari beberapa negara Eropa. Salah satu kampanye yang sangat menonjol dari turnamen ini adalah kampanye LGBTQ yang digagas dengan dua kata, “One Love“. One Love merupakan gerakan yang dibawakan untuk mendukung tentang HAM dan LGBTQ.

Ban kapten yang mengusung tema “One Love”

Kampanye ini diusung oleh negara Belanda pada tahun 2020 dan didukung oleh Belgia, Denmark, Inggris, Jerman, Swiss, dan Wales. Lalu, Kampanye One Love ini mulai ramai diperbincangkan oleh media pada perhelatan Piala Dunia 2022 semenjak statement dari kapten timnas Inggris dan Jerman, Harry Kane dan Manuel Neuer yang akan memakai ban kapten bertuliskan One Love dalam pertandingan. Kedua kapten timnas ini ngotot untuk memakai ban kapten dengan tulisan One Love sebagai bentuk dukungan terhadap kaum LGBTQ.

Meskipun penggunaan ban kapten bertuliskan One Love ini dilarang, Harry Kane dan Manuel Neuer tetap memaksa untuk menggunakan ban kapten tersebut dan siap menerima sanksi dari apa yang mereka lakukan. Namun, usaha kedua kapten ini akhirnya gagal. Sebab, FIFA memberikan hukuman berupa kartu kuning sebelum kick-off pertandingan, jika mereka bersikeras menggunakan ban kapten tersebut.

Pelarangan penggunaan ban kapten ini memicu banyak protes dari tim negara-negara Eropa. Salah satunya adalah timnas Jerman yang berpose menutup mulut sebelum kick-off pertandingan melawan timnas Jepang pada 23 November 2022 lalu.

Eurosport.co.uk
Aksi tutup mulut yang dilakukan oleh timnas Jerman ini dilakukan sebagai bentuk protes atas larangan kampanye One Love di Piala Dunia Qatar 2022.

Permasalahan dalam kampanye ini adalah negara Qatar merupakan negara muslim yang taat dan menolak segala tindakan yang mendukung LGBT. Tuan rumah juga melarang segala bentuk kampanye ataupun atribut yang bernuansa LGBT selama perhelatan Piala Dunia 2022 ini dilaksanakan. Hal ini dikarenakan tidak sejalan dengan kaidah agama dan kebijakan hukum yang berjalan di Qatar.

Ketika kita memahami lebih dalam, kampanye One Love ini merupakan kampanye yang mendukung LGBTQ. Kampanye ini ditujukan agar komunitas LGBTQ semakin diterima di masyarakat dan tidak terdiskriminasi. Tentu dengan adanya komunitas LGBTQ yang masif di zaman sekarang, menimbulkan banyak perdebatan.

Banyak yang mendukung LGBTQ, tetapi ada juga yang menolaknya. Memang perdebatan tentang isu ini seakan tidak ada habisnya. Namun, jika kita melihat dari sisi dunia sepak bola, pasti akan berbeda 180°.

Dunia sepakbola berkali-kali diintervensi dengan kegiatan-kegiatan maupun kampanye politik dan ideologi. Sepak bola yang seharusnya menjadi pertandingan antara kedua tim yang saling bertarung untuk memenangkan sebuah trofi, kini harus terselip politik dan ideologi.

Esensi dari menonton pertandingan sepak bola pun kini kian menurun karena adanya muatan politik dan ideologi. Dengan adanya politik dan ideologi dalam sepak bola juga memperkeruh pertandingan dan membuat fokus penonton khususnya penonton layar kaca menjadi terpecah. Penonton yang menginginkan pertandingan yang seru antar dua tim yang saling beradu serangan, kini harus menikmati drama lain selain drama dalam lapangan hijau.

Dunia sepak bola bukan tempatnya penanaman dan pemaksaan ideologi serta politik. Jika berkaca dari perhelatan piala dunia ini, padahal pihak Qatar selaku tuan rumah sudah melarang adanya kampanye LGBTQ ini.

Jika membahas mengenai permasalahan ini, teringat sebuah pepatah mengatakan, dimana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Sudah seharusnya orang-orang menghormati adat istiadat atau bahkan peraturan yang tertulis dimana mereka sedang berada. Hendaknya kampanye-kampanye kepentingan itu diredam terlebih dahulu sebagi bentuk menghormati adat istiadat dan nilai kebudayaan Qatar yang telah ada secara turun-temurun.

Dunia olahraga bukan tempatnya penanaman atau pemaksaan politik dan ideologi, melainkan tempat yang bisa menyatukan masyarakat tanpa sekat sedikit pun.

Jadi, para Soulma Teras berada di pihak siapa? One Love atau One Football? Adakah pendapat lain menurut perspektifmu? Mari berdiskusi…

MasTer tunggu di kolom komentar yaa….

Penulis : Dionisius Yuan & Yohanes Wibisono

Editor   : Henrikus Harkrismoyo Vianney

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *