Potret peserta dengan narasumber workshop fotografi di Auditorium Kampus FISIP UAJY, Sabtu (18/3/2023)
Teras Pers menggelar workshop fotografi jurnalistik dengan tema “Capture Live Capture Moment” atau disingkat dengan nama CLCM pada Sabtu, 18 Maret 2023. Acara yang diselenggarakan di Auditorium Kampus 4 Universitas Atma Jaya Yogyakarta ini merupakan program kerja dari Teras Pers untuk meningkatkan keterampilan anggotanya dalam foto jurnalistik dan sekaligus memberikan kesempatan kepada mahasiswa di luar Teras Pers sendiri.
Tema CLCM dipilih dengan tujuan ingin menunjukan bahwa dalam foto dan video jurnalistik, seseorang dapat menangkap dan mengabadikan sebuah momen dalam kehidupan. Acara ini menjadi workshop luring untuk umum yang perdana dari Teras Pers setelah pandemi COVID-19.
Acara ini dipersiapkan sejak awal Maret 2023 oleh sebagian anggota Teras Pers yang terlibat langsung menjadi panitia. Anastasia Benita Kennedy dan Theresia Dwi Handayani adalah ketua panitia serta beberapa anggota yang lain bertindak sebagai pendukung kelancaran acara ini. Kegiatan ini pun dibuka dengan sambutan dari ketua panitia yang kemudian dilanjutkan dengan sambutan dari Pimpinan Umum Teras Pers, Trifena Oktavia Chuwiarco.
Narasumber dalam workshop ini adalah Pius Erlangga, seorang jurnalis fotografi yang sudah berkecimpung di dunia fotografi jurnalistik sejak tahun 2011. Ia pernah bekerja sebagai jurnalis fotografi di beberapa surat kabar ternama seperti Jawa Pos Radar Jogja, Majalah Tempo, dan yang terbaru di Detik.com.
Ia juga merupakan alumni dari FISIP UAJY yang telah lulus pada tahun 2007 silam. Pius juga pernah mengisi beberapa pameran fotografi seperti di pameran fotografi galeri foto jurnalistik Antara dan pameran foto Papua dari Majalah Tempo.
Workshop ini terbagi menjadi dua sesi berbeda. Sesi pertama diisi dengan penyampaian materi oleh Pius selaku pembicara. Kemudian, sesi kedua diisi dengan praktik langsung fotografi yang diikuti oleh semua peserta yang hadir.
Pada sesi pertama, Pius menyampaikan materi dengan judul “Fotografi Jurnalistik: Sebuah Kepekaan Visual”. Dalam pemaparannya tersebut, ia menjelaskan bahwa dalam memotret tidak harus menggunakan kamera profesional, tetapi bisa juga dengan kamera ponsel yang ada. Menurutnya, hal yang terpenting dalam fotografi adalah kita peka terhadap visual dan momen yang tepat.
“Foto jurnalistik perlu kepekaan visual.” Ujar Pius.
Selain itu, ia juga menjelaskan bahwa fotografi jurnalistik berbeda dengan tukang foto. Fotografi jurnalistik perlu ada makna yang dapat tersampaikan di dalamnya dan juga terikat pada etika jurnalistik. “Seorang wartawan foto harus mempunyai sentuhan artistik untuk menghasilkan image yang menyengat.” ucapnya.
Setelah materi yang disampaikan oleh Pius, terdapat sesi tanya jawab dan masuk pada sesi kedua yaitu praktik berburu foto di Kampus 4 Universitas Atma Jaya Yogyakarta dan sekitarnya. Peserta yang hadir dibagi menjadi 7 kelompok dan kemudian diminta untuk menangkap 1 foto terbaik dalam waktu 45 menit dengan tema “human interest”. Sesi kedua ini menjadi wadah bagi peserta untuk mempraktikkan teori-teori dari materi yang telah dipelajari pada sesi sebelumnya.
Sejumlah kelompok mempresentasikan hasil fotonya yang kemudian dikomentari langsung oleh Pius. Kelompok 3 menjadi salah satu kelompok yang mendapatkan komentar dari Pius untuk hasil fotonya. Hasil foto kelompok ini menangkap momen tiga mahasiswa yang berboncengan di motor tanpa mengenakan helm. Pius berkomentar bahwa dari foto tersebut dapat bercerita mengenai ketidaktaatan masyarakat dalam berkendara.
Selaku ketua panitia, Benita mengatakan bahwa kegiatan workshop kali ini dihadiri oleh sekitar 40 peserta. Tidak hanya dari FISIP UAJY saja, tetapi terdapat pula peserta yang datang dari universitas lain seperti Universitas Sanata Dharma dan Universitas Gadjah Mada. Selain mahasiswa umum, anggota Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Yogyakarta juga ikut hadir untuk meramaikan workshop ini.
“Aku suka bagaimana mas Pius menyampaikan materi dan para peserta yang semangat selama workshop ini berlangsung.” ujar Benita ketika diwawancarai mengenai kesan dari acara ini.
Menurut Pius, peserta yang hadir sangat aktif dalam bertanya. Pius juga mengatakan bahwa Teras Pers cukup berani untuk melaksanakan kegiatan ini secara luring dan juga memberi pujian karena konsep acara ini bagus.
Namun, Pius menyayangkan tidak bisa berbicara mengenai video jurnalistik karena keterbatasan waktu. “Semoga ke depannya akan ada acara khusus untuk membicarakan lebih dalam mengenai video jurnalistik.” ungkap Pius.
Pesan kesan pun muncul dari beberapa peserta. Salah satunya yakni Muhammad Farhan Hidayat, peserta dari Universitas Gadjah Mada. “Ekspektasiku tuh biar dapet insight baru tentang fotografi khususnya ya, karena aku pun juga suka fotografi tapi gak punya kamera. Jadi, ya aku pengen ngerti aja gitu teknik-teknik khusus fotografi,” ujar Farhan, peserta dari Universitas Gadjah Mada.
Farhan juga menambahkan bahwa kegiatan outdoor dalam workshop merupakan pengalaman baru baginya. Sebab, workshop yang selama ini ia ikuti selalu berada di dalam ruangan dan di satu tempat. Dengan demikian, acara ini adalah suatu kejutan baginya.
Benita pun berharap agar pelatihan ini dapat memberikan manfaat kepada para peserta yang hadir dan menjadi lebih tahu dalam mengambil foto yang baik karena telah memperoleh komentar langsung dari seseorang yang berpengalaman di bidang fotografi. “Semoga melalui materi pada workshop ini, agent Teras mampu memperoleh ilmu tambahan untuk mengasah skill di bidang jurnalistik yakni fotografi.” ujarnya.
Pius pun berpesan kepada para anggota pers mahasiswa untuk tidak perlu terlalu banyak berpikir mengenai hasil dari foto nanti. Jika memang ingin belajar fotografi, maka berkaryalah dengan bebas.
“Sekarang semua orang bisa motret. Mau jelek, mau bagus tidak ada yang namanya rules atau batasan. Orang bebas mau bikin foto kayak gimana. Orang mau ngedit kayak gimana bebas. Karena gurumu, kamu sendiri yang nilai. Jadi, teruslah berkarya sesuai dengan etika jurnalistik dan jangan pernah takut salah. Selama masih ada kebebasan, rajin-rajinlah berkarya dan foto yang dihasilkan harus bisa dipertanggungjawabkan.” jelas Pius.
Penulis : B. R. Arya Bagaskara dan Maria Ingridelsya J. Kolin
Fotografer : Kristoferus Lokanatha Prabaswara, Gabriela Sonia
Editor : Henrikus Harkrismoyo Vianney
Desain : Geralda Gioffith Holdram Simamora