PT Citra Mataram Konstruksi menambang pasir di Sungai Progo. Diprotes masyarakat.

*****

LENGAN ekskavator menggaruk-garuk dasar Sungai Progo di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada Jumat, 25 November 2022. Hari itu, alat berat berkelir biru milik PT Citra Mataram Konstruksi dikendarai pria berkaos abu-abu.

Kepala Teknik Tambang PT CMK, Baad Sudiarto (25/11/2022)

Kepala Teknik Tambang PT CMK, Baad Sudiarto, mengatakan perusahaannya sudah menambang di Sungai Progo sejak 2018. Luas konsesi tambang yang diperoleh perusahaan sebesar lima hektare. Dia mengklaim PT CMK sudah mengantongi izin lingkungan untuk menambang di Sungai Progo. “Kami berupaya menjaga kewajiban untuk melindungi lingkungan,” ujarnya.

Situs Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Kulon Progo mencatat PT CMK baru mengajukan izin lingkungan pada 2019. Dalam surat beregistrasi 022/PT.CMK/V/2019, perusahaan disebut akan menambang di area seluas 2,52 hektar dengan kapasitas produksi mencapai 43 ribu meter kubik pasir dan batu setiap tahun.

Meski demikian, masyarakat memprotes aktivitas penambangan PT CMK. Perusahaan dituding menjadi penyebab kerusakan lingkungan yang terjadi di sekitar kawasan sungai. Di antaranya sumber mata air yang mengering, vegetasi yang rusak, banjir, dan longsor.

Memprotes tambang, masyarakat membentuk Paguyuban Masyarakat Kali Progo (PKMP). Kelompok ini terdiri dari warga Nanggulan, Jomboran, dan Minggir di Kabupaten Sleman serta warga Pundak Wetan, Wiyu, Kembang Nanggulan di Kabupaten Kulon Progo. Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta mendampingi paguyuban ini.

Asisten Pengabdi Bantuan Hukum LBH Yogyakarta, Rahman Timung, dalam kajiannya berjudul Kali Progo Terancam Kerusakan Lingkungan dan Air Bersih mencatat tanah longsor akibat penambangan terjadi di wilayah Pundak Wetan dan Wiyu. “Tebing yang sebelumnya hijau kini menjadi gundul,” tulis Rahman.

Menurut catatan Rahman, warga juga kesulitan memperoleh air bersih. Warga menggunakan sumur sebagai sumber air. Namun air sumur itu kini menjadi cepat keruh ketika hujan dan banjir datang setelah aktivitas penambangan dimulai di sekitar Sungai Progo.

Dikonfirmasi mengenai kerusakan lingkungan akibat penambangan PT CMK, Baad membantahnya. Menurut dia, anggapan itu muncul karena lokasi tempat tinggal masyarakat yang berada di tebing sungai. “Jadi kalau ada longsor seakan-akan pemicunya adalah perusahaan kami,” ujarnya.

Baad mengklaim perusahaannya sudah membuat tanggul agar tanah tidak longsor ke pemukiman. Dia pun mengaku punya dokumentasi yang lengkap soal kondisi tanah dan kedalaman sungai. Baad juga mengklaim alat berat perusahaan menambang di dalam area yang sudah diizinkan.

Paguyuban akan terus memprotes kehadiran PT CMK di Sungai Progo. Mereka sudah menggalang petisi agar izin perusahaan itu dicabut oleh pemerintah daerah. Aktivitas paguyuban menolak tambang membuat sebagian dari mereka pernah dipanggil aparat agar menyetop penggalangan petisi. Namun paguyuban tak akan berhenti sampai kasus ini tuntas. 

Tim liputan: 

  1. Heinrich Terra 
  2. Anastasia Cecilia Br Ginting
  3. Natania Valentine
  4. Shella Elvina
  5. Trifena Oktavia Chuwiarco
  6. Ni Putu Frisca Sarastuti Amandari

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *