Tertanggal 1 Februari 2022, Pemerintah Kota Yogyakarta (Pemkot Jogja) memutuskan untuk merelokasi semua Pedagang Kaki Lima (PKL) dari selasar Malioboro. Para PKL yang kerap berjajar di sepanjang Jalan Malioboro direlokasi ke Teras Malioboro 1 dan 2. Teras Malioboro 1 terletak di bekas Gedung Bioskop Indra, sedangkan Teras Malioboro 2 terletak di bekas kantor Dinas Pariwisata DIY.
Jalan Malioboro yang semula dipenuhi oleh hiruk pikuk keramaian antara PKL, musisi jalanan, andong, becak, hingga wisatawan kini telah berganti. Mulai dari pagi hingga malam, hari biasa maupun weekend, pusat kota Jogja ini selalu ramai pengunjung. Kini, keramaian tersebut mulai menyurut pasca pemindahan PKL dari selasar menuju Teras Malioboro. Kondisi jalanan di sekitar selasar pun menjadi lebih lengang.
Susanto Dwi Antoro S.E, Ketua Komisi B DPRD Kota Yogyakarta dalam wawancara dengan awak Teras pada Sabtu (12/03/2022) menyatakan bahwa wacana relokasi ini sebenarnya sudah direncanakan sejak 18 tahun silam. Mengingat ketersediaan tempat relokasi dan kondisi sosial masyarakat itu sendiri, relokasi baru bisa diwujudkan tahun ini. “Malioboro itu ikonnya Kota Jogja sehingga harapannya penataan kawasan ini mampu menciptakan kenyamanan bagi siapapun,” ujar pria yang akrab disapa Toro.
Tuai Pro-Kontra
Kebijakan relokasi yang dilakukan oleh Pemkot Yogyakarta sontak menuai pro dan kontra dari para PKL. Firman (33), salah satu PKL yang berjualan aksesoris di Teras Malioboro 2 mengaku bahwa ia tidak mengetahui lebih lanjut tentang kebijakan pemindahan PKL ke Teras Malioboro. “Saya ini kan hanya sebagai anak buah, jadi nurut saja dengan bos yang punya toko. Sebetulnya, saya tidak setuju direlokasi karena kondisi kios di Teras Malioboro 2 ini cukup kecil dan berdempetan. Suhu disini juga panas lho, dan drainase juga buruk ketika hujan. Jadi, banyak air yang menggenang di daerah sekitar toko,” ujarnya pada awak Teras (13/03). Suhu yang panas disebabkan karena situasi pasar yang ramai oleh pengunjung. Ditambah lagi, infrastruktur atap Teras Malioboro 2 ini berasal dari baja ringan sehingga menyerap panas matahari. Dari hal tersebut, banyak PKL yang mengeluh terkait dengan suhu yang panas.
Selain suhu yang panas, hal lain juga diungkapkan oleh Putra (22), salah satu penjual pakaian di Teras Malioboro 2. Ia mengaku kesulitan mendapatkan pembeli karena perbedaan sistem jual-beli PKL sebelum dan sesudah direlokasi. “Sekarang pengunjung Teras Malioboro ini hanya orang-orang yang memang memiliki niat untuk membeli barang, kalau dulu kan enggak. Ada orang yang nggak pengen beli apa-apa, tapi karena melihat ke kanan-kiri jalan akhirnya membeli makanan atau pakaian,” keluhnya.
Tanggapan berbeda disampaikan oleh para pedagang di lapak Teras Malioboro 1. Salah satunya adalah Dwi (44), pedagang kaos oblong di lantai dasar Teras Malioboro 1. Ia mengungkapkan, “Sebenarnya untuk rencana pemindahan ini saya sudah dengar dari lama, kalau ditanya soal setuju atau nggak setuju, ini kan sudah program dari pemerintah. Tapi kalau enak atau tidak enak, jujur saya lebih memilih di luar (Teras Malioboro 1) meskipun di sini tempatnya lebih nyaman dan memadai,” ungkap Dwi.
Permasalahan utama yang dikeluhkan oleh para PKL adalah terkait omzet. “Kalau dari segi pendapatan jelas berkurang jauh, tapi saya masih mending karena kiosnya cukup mudah untuk dilihat pengunjung. Coba yang posisinya di belakang atau di paling atas pasti susah,” ungkap Ibu Andi (54) salah seorang PKL di lantai 2 Teras Malioboro 1. Banyak PKL yang merasa bahwa lokasi dari kios mereka sangat menentukan ramai atau tidaknya toko mereka oleh para pengunjung. Ketika para PKL memiliki kios yang terletak di sudut ruangan apalagi berada di lantai 2 atau 3 tentu saja tidak banyak pengunjung yang datang ke kios mereka.
Menanggapi hal tersebut, Pemkot sebenarnya sudah mengupayakan berbagai bantuan kepada para PKL yang direlokasi. “Selama dua tahun awal ini, pemerintah sama sekali tidak menarik retribusi apapun. Baik dari biaya sewa, listrik, air, dan biaya kebersihan pun sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah. Sisi keamanan juga dijaga oleh teman-teman dari Jogo Boro, tim khusus yang menangani ketertiban dan keamanan di Malioboro. Maka, tinggal adaptasinya saja buat para PKL, ” ungkap Toro.
Diketahui pula bahwa proses pemindahan para PKL ke Teras Malioboro 1 dan 2 sudah berusaha dilakukan dengan adil. Pemkot Yogyakarta melalui paguyuban-paguyuban PKL Malioboro melakukan pengundian terhadap para PKL ini. Hasil undian itulah yang kemudian menjadi penentu lokasi dimana PKL tersebut direlokasi.
Tanggapan Wisatawan
Relokasi PKL Malioboro juga turut mengundang reaksi dari para pengunjung kawasan Malioboro. Idsa (23), pengunjung Teras Malioboro 2 asal Jogja mengatakan bahwa ia senang karena PKL sekarang lebih tertata sehingga dapat berbelanja dengan nyaman di satu kompleks yang sama. Akan tetapi, sayangnya ia masih mengeluhkan soal tempat parkir yang sulit ditemui sehingga harus berkeliling-keliling untukmencarinya.
Selain tanggapan dari wisatawan Teras Malioboro 2, awak Teras juga mencari wisatawan dari Teras Malioboro 1. “Dulu kan saya sering ke Jogja dan para PKL ini memang semrawut. Tetapi sekarang lebih enak, lebih tertata. Cuma ya gitu, nggak semua kios ramai khususnya kios-kios yang berada di lantai atas.” ujar Ajir (61), pengunjung asal Gresik.
Masa Depan Malioboro
Berbagai harapan pun muncul dari para PKL untuk Teras Malioboro ke depannya. Mereka menginginkan adanya penyempurnaan infrastruktur seperti penyediaan mushola, perbaikan sistem drainase, perluasan kios, dan pendampingan berupa subsidi karena mengingat kondisi pandemi. Selain itu, pemerintah juga diharapkan dapat menggencarkan publikasi melalui media sosial atau mengadakan event tertentu untuk menarik antusiasme pengunjung.
“Mungkin kedepannya dapat memperbanyak dan memperjelas informasi sehingga pengunjung dari luar kota tidak kebingungan. Apalagi mengingat situasi PPKM, syarat berwisata seperti sudah vaksin atau belum, dalam keadaan sehat atau tidak sebaiknya lebih diperketat,” harap Ajir mewakili wisatawan domestik. “Semoga tata kelolanya lebih diperhatikan supaya tidak sumpek dan panas. Kemudian untuk parkir mungkin bisa disediakan di dekat Teras saja” harap Idsa sebagai wisatawan lokal untuk kemajuan Teras Malioboro.
Rencana ke depannya dari pemerintah untuk kawasan Malioboro adalah pengoptimalan Teras Malioboro 1 sebagai pusat PKL. “Hasil diskusi dengan pemerintah daerah, ketika pembangunan Teras Malioboro sudah selesai maka semua PKL akan dipindahkan ke Teras 1. Mengingat, kondisi saat ini masih terjadi proses pembelian tanah di seputaran Teras yang nantinya akan dibangun menjadi satu kesatuan. Sementara itu, Teras 2 akan dijadikan sebagai sentra pertunjukan dari seniman-seniman lokal Jogja untuk pengoptimalan wisata budaya. Tinggal nanti bagaimana mengatur waktu pertunjukan sehingga Malioboro tidak akan mati. Melalui hal ini, terdapat kesatuan seluruh potensi Kota Jogja sehingga penduduk tidak hanya menjadi penonton tetapi juga pelaku,” tutup Toro.
Penulis: Fransisca Diva Ayu Pradipta & Henrikus Harkrismoyo Vianney
Editor: Heinrich Terra