Senin, 8 November 2021 menjadi tanggal bersejarah, di mana laman Google Indonesia dihiasi gambar seorang wanita cantik bernama Roehana Koeddoes. Beliau memiliki nama asli Siti Roehana, tetapi berubah menjadi Roehana Koeddoes karena menikahi seorang aktivis dan penulis bernama Abdoel Koeddoes. Perempuan kelahiran 20 Desember 1884 ini lahir di kota Koto Gadang, Sumatera Barat.
Beliau merupakan pelopor jurnalis pertama di Indonesia yang mengambil isu mengenai kesetaraan gender. Sebagai seorang perempuan, sulit baginya untuk mendapatkan pendidikan formal pada masa itu. Akhirnya beliau berusaha belajar membaca dari teman-temannya dan mulai menyukai surat kabar sejak menginjak usia 7 tahun.
Meskipun tidak mendapatkan pendidikan secara formal, hal ini tidak mematahkan semangat beliau untuk berkontribusi demi pendidikan dan kesetaraan gender di kotanya. Oleh karena itu, pada usianya yang ke-27, beliau mulai berkecimpung dalam dunia pemberdayaan pendidikan perempuan yang bernama Kerajinan Amal Setia (KAS). Sekolah ini ditujukan untuk anak-anak perempuan dan mengajarkan keterampilan seperti membuat kerajinan tangan, menulis dan membaca huruf Arab dan Latin, pendidikan rohani, dan keterampilan rumah tangga.
Dilandasi oleh semangat yang begitu besar pada dunia pendidikan serta kemarahan terhadap kesewenang-wenangan terhadap perempuan yang semakin marak, beliau mendirikan surat kabar pertama khusus perempuan yang bernama “Soenting Melajoe” pada tahun 1912. Sebagai yang pertama di Indonesia, surat kabar ini secara langsung menginspirasi perkembangan beberapa surat kabar perempuan lainnya.
Setelah berhasil membentuk “Soenting Melajoe”, beliau aktif membangun koneksi dengan pemimpin surat kabar saat itu agar suara serta aspirasinya terhadap kesetaraan gender semakin terealisasikan. Oleh sebab itu, pada tahun yang sama beliau bertemu dengan Soetan Maharadja seorang pemimpin redaksi surat kabar “Utusan Melayu”. Keduanya lalu bertemu dan sepakat mendirikan surat kabar khusus perempuan pertama di Sumatera Barat, yaitu “Soenting Melajoe” yang bermakna Perempuan Melayu, pada 1912.
Salah satu sejarawan Universitas Andalas Padang Gusti Asnan mengungkapkan, kehadiran surat kabar “Soenting Melajoe” cukup ampuh dalam menginspirasi surat kabar perempuan lainnya untuk tumbuh.
“Delapan tahun setelah kelahirannya, terbit pula surat kabar Soeara Perempoean, empat tahun setelah itu lahir pula surat kabar Asjraq,” ucap Gusti.
Selain terlibat dalam penerbitan “Soenting Melajoe”, Roehana Koeddoes juga terlibat dalam penerbitan beberapa surat kabar yang lain. Surat kabar itu antara lain surat kabar “Perempoean Bergerak” di Medan bersama Siti Satiaman dan Parada Harahap, serta surat kabar “Radio” di Padang. Tak hanya itu, beberapa tulisannya juga diterbitkan dalam beberapa surat kabar yang lain, baik di Sumatera atau di Pulau Jawa, di antaranya dalam surat kabar“Poeteri Hindia”.
Sebagai jurnalis perempuan yang mengangkat isu kesetaraan gender pertama di Indonesia, publikasi ini secara langsung menginspirasi perkembangan beberapa surat kabar wanita Indonesia yang berpengaruh lainnya. Sepanjang karirnya, beliau terus menulis artikel yang mendorong perempuan untuk membela kesetaraan dan melawan kolonialisme, dengan beberapa mencapai pengakuan nasional. Oleh karena keberanian beliau dalam membela kesetaraan gender, pemerintah Indonesia menobatkan beliau sebagai pahlawan nasional pada tanggal 8 November 2019.